Sunday, August 12, 2018

Draft❤

Untukmu yang tidak bisa lagi kusebut namanya, sebab diri ini masih belum tahu kemana hati akan berlabuh nantinya.

Aku mau bercerita.

Anggap saja aku adalah seorang yang serba tahu. Bahwa aku benar-benar tahu jika kamu juga menaruh rasa yang sama kepadaku. Perasaanku terbalas. Namun dengan caramu yang tidak biasa.

Malam lalu, aku merenunginya. Perihal jarak yang kau buat membentang luas padahal ada banyak kesempatan dimana temu bisa tercipta. Amat banyak. Tetapi kamu memilih untuk mengabaikannya.

Kamu ingin menjagaku. Tepatnya kamu ingin menjagaNya yang telah memberikan perasaan suka itu kepadamu, dengan bermaksud tidak ingin merusak ketentuanNya kelak. Sebab kamu maupun aku belum tahu, apakah tertulis nama kita berdua dalam buku harianNya.

Kamu memilih untuk membatasi diri, sebab kamu tak ingin aku kecewa pada akhirnya. Apabila takdir tidak memihak pada kita.

Kamu membuatku menunggu, dan baru kusadari bahwa kamupun juga sedang menunggu. Mempelajari proses bersabar untuk akhirnya dipersatukan atau dipisahkan.

Setidaknya, biarkan aku menghormati perjuanganmu.
Percayalah bahwa aku juga sedang berjuang mempertaruhkanmu.
Percayalah bahwa aku bisa bersabar sampai Tuhan menjawab harapan kita.

Ditulis, Minggu malam.

Share:

Friday, August 3, 2018

Seorang Asing yang Kutemui

Suatu hari aku menatap tepat pada iris matanya. Ada sesuatu yang tidak biasa tertangkap, campuran warna indah yang tak bisa kulukiskan. Lalu kuberitahu kawanku.

"Lihatlah seseorang dengan mata yang indah itu"

Temanku tertawa, tak ada yang spesial menurutnya. Sama seperti mata-mata pada umumnya.

Kupikir ia tidak mengerti. Mata itu sungguh berbeda. Melihatnya saja bisa membuatku merinding, takjub dan sedih sekaligus. Ada api yang perlahan mulai redup. Layaknya lilin dengan sumbu yang mau habis dan dikelilingi dengan angin sebelum hujan.

Menariknya, ada ketenangan disana, yang kurasakan saat itu seperti ia tahu bahwa hidupnya tak lebih dari seperempat purnama, namun ia tetap berjuang hidup walau angin bersamaan ingin membunuhnya, dan hujan yang tak lama lagi akan mengguyurnya padam.

Aku sadar bahwa sepasang manik mata itu sedang memandang tajam, namun ia tak benar-benar sedang melihatku.

"Kau... Mengapa menatapku?" Kataku memecah kesunyian.

"Ah maaf, ada yang bisa saya bantu? Ah... Oh tidak. Bukan. Saya tidak sedang menatapmu, hanya saja, saya sedang menikmati kegelapan ini. Maaf jika tatapan mataku membuatmu tak nyaman"

"Gelap? Bukankah ini siang hari? Lalu bagian mana yang bisa disebut gelap?"

"Permisi." Kemudian ia pergi, meninggalkan secarik kertas dan pena di atas meja itu. Kertas itu hanya berisi dua kalimat singkat.

Maafkan aku telah menyusahkan kalian. Setidaknya, biarkan aku menghabiskan sisa waktuku sendiri.


Ditulis dalam keadaan yang tidak dapat didefinisikan.

Share: