Tuesday, May 28, 2019

Sama-sama Berusaha

"Aku takut."

"Kenapa?"

"Aku rasa ada yang salah dalam diriku. Kepalaku penuh dengan banyak hal dan aku takut. Aku takut mereka semakin liar di dalam sana dan berontak ketika aku tak dapat memuaskan apa yang mereka butuhkan. Rasanya menggigil walau cuaca sedang panas-panasnya. Mereka seperti menggentayangi tiap malam, memaksaku untuk tetap membuka mata. Di dalam dadaku, mereka seperti sengaja menaruh drum dan menabuhnya keras-keras. Dan, rasanya..."

"Rasanya seperti tidak ada yang mampu membantumu kan?"

"Ya.. Bagaimana kau tahu?"

"Mari duduk di sebelahku. Hari ini, sepenuhnya diriku untukmu. Kamu boleh menggunakan bahu ini untuk menangis. Aku akan membiarkan telingaku pengang akibat teriakan yang sudah lama kau tahan. Singkatnya, aku ada dan kamu butuh aku."

Telapak tangannya yang basah membelai punggung tanganku perlahan.
Hangat dan menenangkan.
Sembari ia meneruskan pembicaraannya.

"Mari kita sama-sama rehat. Gak harus kok kamu memuaskan setiap keinginan semua hal yang menuntutmu. Gak harus kok kamu menjaga semua hal, biar kamu gak capek juga."

"Kadang aku merasa, ketika aku sibuk menjaga semua hal. Siapa yang akan menjagaku?"

"Tuhan akan senantiasa menjagamu. Lewat orang-orang yang mencintai dan mengasihimu. Salah satunya aku. Aku akan berusaha untuk menjagamu."

"Kalau aku terlalu bergantung kepadamu dan suatu saat kamu pergi, tidakkah kau pikir aku jadi lebih rapuh?"

"Tuhan telah mempercayakanku yang kuat untuk membuatmu tetap aman. InshaAllah. Jadi, kamu tidak perlu lagi merasa sendirian. Aku akan berusaha untuk memegang amanah Tuhan, dan kamu juga berusaha untuk senantiasa berbagi dan tidak lagi memendamnya sendirian."

Share:

Thursday, May 23, 2019

Februari yang Melarikan Diri

Sejenak kuperhatikan tanggal yang tertera
Di tempat kau yang beraromakan lara
Jejakmu masih saja tersisa
Tak habis walau kuhirup paksa
Hingga nostalgiaku tak pernah usai

Aku menatap cermin yang telah hampa
Sebab kau ajak bayanganmu serta
Menghilang dari seisi dunia
Akupun kehilangan seluruh cinta
Sedang jiwaku mulai kehilangan arah

Ku coba lari mengejar bayang
Melewati semua halang rintang
Namun, mentari tak kunjung datang
Seolah tau kau juga akan hilang

Pesan yang tak kunjung diutarakan
Perlahan sirna tanpa tersampaikan
Menggiring pelan rasa penyesalan
Membuat punya hilang tak bertuan

Sejak itu bulan seperti kehilangan bagian
Tak lagi genap dua belas jika dijumlahkan
Sedang aku berlari tanpa miliki tujuan
Menanti luka abadi hilang dari ingatan

ZS  x  SF

Share:

Sunday, May 19, 2019

Perihal Namamu, Joko

Anggap saja kamu telah lama bertanya-tanya dalam hati, perihal sebutanmu yang kupanggil Joko, namun terlalu tinggi kau pasang tarif harga dirimu sehingga memendam itu menjadi sebuah bunga tidur, yang ketika keesokan hari tiba tak lagi kau ingat.

Namun, malam ini, sebelum bunga tidur itu menyeruak, aku akan dengan senang hati bercerita.

Namamu, Joko. Kuambil dari seorang penyair yang memiliki gaya unik dalam menorehkan tintanya dalam secarik tulisan. Joko Pinurbo. Sama seperti sifatmu yang nyentrik bin aneh. Memiliki warna berbeda, tak biasa, namun kusuka. Selebihnya tentang beliau, bisa kau cari dalam berbagai laman daring yang banyak disediakan.

Selain itu ya memang karena kekesalanku terhadapmu. Dulu.

Share:

Thursday, May 9, 2019

Cerita Ibu Sebelum Tidur

Matahari telah tenggelam berganti dengan bulan. Lembayung senja telah didominasi oleh ungu kebiruan yang gelap. Ibu membiasakan kami untuk menyimak sebuah cerita sebelum tidur. Biasanya ibu akan membawakan dongeng bertajuk fantasi. Namun, pada malam ini berbeda. Ibu bilang, ibu akan menceritakan sepotong kisah yang dialaminya. Kami tentunya sangat tertarik, ini merupakan kesempatan emas sebab jarang untuk ibu bercerita tentang masa mudanya.

"Sebelum ibu bercerita, mari berbaring dengan nyaman." Suara lembutnya menjadi pengantar kisah malam ini.

Pada tahun 1998, ama, ibu, dan kedua adiknya tinggal di sebuah kota yang tergolong elite pada masa itu. Keluarganya bertahan hidup tanpa kehadiran seorang lelaki perkasa, maka dari itu setiap wanita di dalamnya saling melindungi. Ama, nenekku, bekerja sebagai seorang pengusaha mebel yang telah memiliki 5 ruko tersebar berdekatan. Kehidupan mereka baik-baik saja sampai ketika kerusuhan itu dimulai.

"Ibu ingat betul bagaimana Lala menangis pulang dari sekolah seperti orang ketakutan. Mei menjelaskan bahwa mereka tiba-tiba didekati oleh sekumpulan lelaki dengan mata menyala marah."

"Mereka mau apa, bu?"

"Para lelaki tersebut mengusik mereka. Untungnya ada beberapa pemuda yang datang menghentikan perbuatannya. Sehari setelah itu keadaan semakin parah. Ama diberitahu oleh seluruh keluarga untuk bersembunyi sejauh mungkin sampai keadaan cukup aman."

"Lalu bu?"

"Kita lanjut ceritanya kapan-kapan, ya? Sudah malam ayo segera tidur."

"Yaah ibu.."

Aku rasa malam ini akan menjadi malam yang cukup panjang bagiku dan adikku, kontras dengan cerita ibu yang terlalu singkat. Entah esok atau lusa ibu akan menceritakan kelanjutan dari kisahnya, namun yang ku yakini bahwa ibu percaya kepada kami untuk berbagi perihal kisah masa lalunya

yang menurutku
mampu dijadikan sebuah mimpi buruk.
Share: