Monday, January 22, 2018

Draft 2.1

"Um begini, aku mau bilang sesuatu." Terdengar suaranya yang serak dari balik telefon memenuhi pikiranku.

"Lusa, aku akan datang bersama ayah dan ibu...

A-ku... mau melamarmu" Katanya gugup. Sama gugupnya dengan aku, sayangnya saja ia tak bisa melihat emosi yang timbul akibat dari perkataannya.

"Bagaimana?" Ia bertanya lagi, ada pengharapan disana.

"Kalau memang serius, aku tunggu kedatanganmu lusa." Hanya itu yang dapat kukatakan. Sungguh, hatiku benar-benar tidak bisa didefinisikan. Siapa yang tidak bahagia, kekasihnya ternyata tengah mempersiapkan rencana kedepan. Lelaki yang kucintai, amat serius dengan hubungan ini. Aku bahagia, amat sangat.

......
             

Hari telah berganti, lusa pun tiba. Disaat penghuni rumah lain masih tertidur lelap karena cahaya matahari belum nampak, keadaan di rumahku berbeda. Sayup-sayup kudengar banyak suara bergema di telinga. Ku berjalan keluar kamar, ternyata sudah banyak tamu. Aku tertawa, aneh sekali, mereka lebih bersemangat dibanding calon pengantinnya.

Mereka semua berlinangan air mata. Aku tertawa lagi, tak kusangka lamaran ini membawa banyak kebahagiaan bagi orang-orang disekelilingku.

"Anakku kenapa kamu meninggalkan ibu!!!" Ibuku berteriak histeris. Apa maksudnya? Meninggalkan? Bahkan tubuhku ada didepan wajahnya, mengapa ia terus meneriakkan kata-kata seperti itu? Ah aku mengerti, mungkin yang ada dipikiran ibuku setelah menikah nanti aku takkan lagi tinggal disini. Ibu, bahkan ini baru lamaran.

"Yang sabar nak, kedatanganmu sungguh terlambat. Mereka lebih dahulu datang dengan maksud yang sama denganmu, melamar anakku.

Mahar yang sungguh mahal nak, mereka membawa ajal." Kata bapakku menahan tangis.

Share:

0 comments:

Post a Comment