Sunday, February 11, 2018

#SelfReminder 1.2

Malam menyisakan sepi menemaniku yang masih terjaga. Pikirku, ini waktu terbaik untuk menulisi sajak untuknya, yang akhir-akhir ini menjadi candu.

Sekelibat memori berputar diatas langit malam, namun tak ada ia disana, hanya aku, wajah muram, dan sendu.

Aku tertohok, ribuan jarum menghujam jantungku, perih. Setelah selama ini, ribuan kata terukir manis pada beribu-ribu lembar kertas yang dipenuhi air mata, aku menyadari satu hal;

Ilusi mempermainkanku. Ia menciptakan begitu banyak potongan kejadian yang hanya ada aku disana, namun dengan kejamnya menambahkan sosoknya kedalam, yang telah menjadi poros hidupku selama ini.

Ketika aku mampu menyairkan kalimat indah untuknya, namun tergagu ketika objek menulisku adalah aku.

Aku yang tak pernah menyemangati diriku, namun sibuk merangkai prosa-prosa jatuh dan cinta untuk orang lain, agar ia tau apa yang kurasakan. Aku yang lengah membentengi diriku dengan paragraf-paragraf, sehingga aku terjatuh ke dalam jurang, yang mengakibatkan aku lalai kepadaNya.

Dan baru saja kusadari, bukan sosoknya, poros kehidupanku selama ini. Namun aku sendiri, diriku. Aku sang empunya hak untuk bahagia atau bersedih. Aku yang berkuasa menentukan pilihan-pilihan yang telah disiapkan olehNya.

Share:

#SelfReminder 1.1

"Puan yang sedang mencari jati diri, anggaplah kamu sebagai rakit bambu yang mengarungi danau yang luasnya tak lebih dari sepertiga samudra.

Dengan batuan menengadahkan runcingnya menyentuh tepi bawah bambumu.
Dengan perasaan merinding sekujur badan, seperti ada yang memperhatikanmu dibalik semak-semak rimbun.
Dengan arus yang kadang berontak dan seketika tenang, tak dapat kau prediksi hijaunya air.

Kamu boleh takut puan, terkadang kamu boleh menganggap remeh alur yang sedang kau telusuri, juga berhenti sejenak mendayung rakitmu untuk berpikir.

Ketahuilah puan, bahwa ringan atau berat hidupmu, mudah atau tidak jalanmu, bisikan-bisikan juga tatapan penuh dengki dan prediksi sekitarmu, percaya saja bahwa rakitmu akan membawamu ke daratan danau yang berujung.

Dan disanalah kamu akan menemukan apa yang kamu cari." Kataku seraya tersenyum memandang cermin dihadapanku.

Share:

Friday, February 2, 2018

40 Hari Kesedihan

Ku menunggui surat itu tiba. Sepucuk angpao merah yang telah kusam bertengger manis digigitan burung merpati. Bukan duit bukan pula emas. Namun, beberapa helai kertas kecokelatan dengan wangi melati yang nelangsa.

Untukmu tuan yang singgah di lubuk hatiku hingga ajal menjemput. Kutuliskan surat ini berserta dengan seluruh kesedihan dan air mata yang tak mau lagi keluar dari dua buah manik milikku.

Ingatlah bahwa pertemuan kita abadi, musik penghantar tidur ditimang alun asmara. Menangisi jasadku sudah menjadi kewajiban untuk mengenang seluruh memori indah kita, namun hanya sampai 40 hari peringatan kematianku.

Bersamaan dengan tibanya angpao ini, genap sudah 40 hari kepergianku, jangan lagi bersedih, aku tak kuat menanggung luka akibat tangisan ketidakikhlasanmu melepasku.

Share:

Thursday, February 1, 2018

Draft 2.2

Kamis terik adalah saksi atas pertemuan kita.

Ketika banyak manusia terjebak dalam kafe memilih berteduh disana, sedangkan aku dengan waktu senggang yang cukup lama memilih pohon sebagai atap.

Kamu berjalan tergesa-gesa menghindari tatapan matahari. Berlari mengumpat di bawah pohon rindang sedang peluh mengucur deras membasahi kaos abu-abu yang melekat ditubuhmu.

"Gila, neraka bocor kali ya." Kamu mengumpat namun tangan tetap lincah bergerak-gerak menciptakan angin. Aku tertawa, kelepasan.

Kamu melirik kesamping, ke arahku.
Sedangkan yang ditatap hanya mampu memandangi sepatu, malu.

"Kenapa sepatunya? Kotor?" Katamu mencoba mendinginkan suasana. "Itu dari tadi lo ngeliatin sepatu, atau lo lagi nyari duit receh jatuh?" Katamu seakan pertanyaan sebelumnya sudah terjawab

Aku menoleh, mengunci pandangan pada matamu yang dalam, lalu senyum itu segera terukir dari bibirmu, dan aku tersentak.

"Hahaha," kamu tertawa, "keliatan banget lo takut sama gue." kamu menyentuh rambutku lembut.

"Maybe today we are stranger, but the next day I hope not. See yaa when I see you."

Kejadiannya sangat cepat, setelah itu kamu berlari menghindari amukan matahari, hilang.

Share:

Draft 1.2

Untuk tuan yang apabila ditukar dengan 100 Dilan, aku tak mau.

Ini kali ketiga kamu menjadi objek aksaraku. Kali pertama ketika aku tak mau menyukaimu, kali kedua tentang kedilemaanku menunggu atau pergi, dan kali ketiga tentang kamu yang tak akan kutukar walau 100 Dilan ada digenggamanku.

Ketika Dilan akhir-akhir ini menjadi sebuah perbincangan remaja yang digelayuti monyet merah jambu, dan menjadikan Dilan sebagai kambing hitam memulainya percakapan, aku memilih untuk diam.

Mengapa tuan?

Karena kamu, kamu adalah alasan mengapa Dilan tak menjadi objek yang kugemari, juga karena Iqbal yang memerankan sosoknya, aku tak tertarik.

Tetapi karena pengarang Dilan, Pidi Baiq terhormat, aku mampu menuliskan roman picisan yang menyebalkan.

Persamaan tokoh Dilan denganmu, tuan, adalah mampu membuat hati lawan mainmu jumpalitan.

Dilan dengan sikapnya yang tak terduga, penuh kehati-hatian, namun manis.

Tuan dengan gelap dan terang yang menyayat dengan sentuhan ironi dan sinisme, namun aku suka.

Tuan, seandainya dirimu kujadikan sebuah buku, mungkin tak lebih dari setengah buku Dilan. Hanya beberapa lembar imajiku dan selusin kalimat kasar milikmu.

Dan ditutup dengan tangisan patah hati milikku, seperti yang Milea lakukan ketika kalian mengakhiri cerita tersebut.

Share: