Friday, March 29, 2019

Derma

Pertama. Kuketuk layar ponsel cerdasku tiga kali. Bahkan genap sebenarnya sudah cukup untukku, namun ganjil ingatkanku perihal kau yang meminta hatimu diisi lebih.

Kedua. Yang baru kuketahui belakangan ini adalah mayamu yang nampang mengisi ruang kosongku sehari-hari. Sedangkan ragamu terisi penuh pada harinya yang baru.

Ketiga. Yang mana yang harus kupahami terlebih dahulu, nalurimu atau nafsumu belaka?

Keempat. Telak, aku menyerah. Yang tenggelam dan hanyut tidak dapat lagi diselamatkan. Hanya satu yang menyisa, sebongkah kalimat pada pecahan hatiku yang tak lagi dapat disatukan.

Berikan derma untuknya. Wahai, semoga ia senantiasa gelisah, digerayangi karma yang meminta untuk ditemukan.

Share:

Thursday, March 7, 2019

Sosok Lain yang Menghuni Duniaku

I guess I just feel likeGood things are gone. And the weight of my worries. Is too much to take on - John Mayer


Alunan musik John Mayer memenuhi seluruh pendengaranku. Pelantang telinga yang tergantung erat serta volume yang dipasang maksimal adalah temanku di kala senggang. Bukan. Kesepian lebih tepatnya. Dua kali sudah terputar lagu yang sama dan kini sebait lirik telah mengunci perhatianku.

Sisiku yang waras berteriak dalam bekapan yang lain, menyuarakan tentang kegelisahan atas kontrol yang direnggut paksa oleh mereka.

"Bodoh. Ganti lagunya, cepat! Atau kau akan kehilangan kewarasanmu." dalam otakku ia berbicara.

Nasi telah menjadi bubur. Terlambat sudah ia memperingatiku. Aku mulai menunjukkan reaksi berlebihan. Hormon serotoninku tetiba menghilang, menguap, terbang. Semua kata kerja itu menyatakan bahwa mereka tidak lagi sanggup menghadapi ketidakwarasanku.

Panik. Gelisah. Jika kau berada di depanku, mungkin dengan jelas akan terlihat bagaimana aku bersikap sekarang.


"Hai." seseorang menepuk pundakku cukup keras. Aku berjengit. Dadaku meletup-letup.

"Siapa?" tanyaku tak acuh, aku tidak mengenalnya.

"Kenapa? Kok kelihatannya kamu tidak nyaman?" aku diam.

"Kalau aku terlihat tidak nyaman, ibuku selalu memutarkan lagu ini." ia mencopot paksa pelantang telinga milikku dan mengganti dengan miliknya.

"Apa sih yang kau dengarkan?

Oh... Pantas. Sini, biar kumasukkan playlistku. Sebagai gantinya aku akan memasukkan playlist milikmu, agar aku bisa mengertimu, jadi kau tidak perlu berbicara." ia berbicara sendirian.

"Kau siapa?" tanyaku.

"Dean. Salam kenal, namaku Dean Samudra. Kau?" ia lalu mengulurkan tangannya.

"Ira." canggung dan hanya menatap tangannya yang mengulur.

"Ayo, temenan!" ia menarik tanganku paksa dan menggerak-gerakan seperti sedang berjabat tangan.

"Hah?!"

"Ohiya, tolong masukkan nomorku ke dalam kontak. Aku tak sabar ingin berbagi playlist lainnya milikku."
Share:

Wednesday, March 6, 2019

Planet Tempatku Sembunyi

Joko, apa kabar?
Di kehidupan nyata, adikara dalam tubuhku menolak untuk merengkuh jiwamu, sebaliknya juga.
Namun, kepalang tanggung sudah menerka-nerkanya sendiri.
Jadi, kuputuskan untuk tetap melindungi sang adikara dan menanyakan kabarmu pada kiriman dalam laman tempatku bercerita.

Aku masih sama seperti gadismu dua tahun silam. Masih menjadi seorang pendendam yang lemah. Ya, aku benci untuk menangis. Aku sering melakukannya. Tubuhku masih sering gemetar, menandakan bahwa sinyal kepanikanku mulai merengkuh tubuhku secara paksa.

Aku butuh kamu, pelarianku.

Entah mengapa, sarkasme yang kau lontarkan tiap kali aku memutuskan untuk berbagi mengadu kepadamu telah menjadi candu yang selalu kucari-cari sebagai pembenaran bahwa mengeluh adalah hal yang salah.
Namun, tak lagi kutemukan kalimat-kalimat itu dalam tubuh seorang yang bukan dirimu.

Sekali lagi aku katakan, bahwa aku memintamu datang.
Datanglah sekali-kali untuk pura-pura mengkhawatirkanku.
Datanglah untuk pura-pura membutuhkan rumah.
Aku rumahmu.
Bukankah itu benar?
Tolong pulang.
Aku sudah terlalu lama tersesat.

Saat menulis, aku sedang mendengarkan lagu Arsy Widianto - Planet Tempatku Sembunyi.
Jadi, kubuat judulnya sama saja ya, sesekali memenangkan adikaramu.
Share: