Joko, apa kabar?
Di kehidupan nyata, adikara dalam tubuhku menolak untuk merengkuh jiwamu, sebaliknya juga.
Namun, kepalang tanggung sudah menerka-nerkanya sendiri.
Jadi, kuputuskan untuk tetap melindungi sang adikara dan menanyakan kabarmu pada kiriman dalam laman tempatku bercerita.
Aku masih sama seperti gadismu dua tahun silam. Masih menjadi seorang pendendam yang lemah. Ya, aku benci untuk menangis. Aku sering melakukannya. Tubuhku masih sering gemetar, menandakan bahwa sinyal kepanikanku mulai merengkuh tubuhku secara paksa.
Aku butuh kamu, pelarianku.
Entah mengapa, sarkasme yang kau lontarkan tiap kali aku memutuskan untuk berbagi mengadu kepadamu telah menjadi candu yang selalu kucari-cari sebagai pembenaran bahwa mengeluh adalah hal yang salah.
Namun, tak lagi kutemukan kalimat-kalimat itu dalam tubuh seorang yang bukan dirimu.
Sekali lagi aku katakan, bahwa aku memintamu datang.
Datanglah sekali-kali untuk pura-pura mengkhawatirkanku.
Datanglah untuk pura-pura membutuhkan rumah.
Aku rumahmu.
Bukankah itu benar?
Tolong pulang.
Aku sudah terlalu lama tersesat.
Saat menulis, aku sedang mendengarkan lagu Arsy Widianto - Planet Tempatku Sembunyi.
Jadi, kubuat judulnya sama saja ya, sesekali memenangkan adikaramu.
0 comments:
Post a Comment