Friday, September 21, 2018

Ada Hal yang Tidak Kamu Ketahui

Malam yang larut.

Di dalam kamar yang lampunya sudah padam, ada yang sedang meringkuk di bawah selimut bukan karena dingin mengusik tubuhnya. Ia hanya tak ingin terlihat rapuh oleh apapun.

Kini ia sedang membekap mulut dengan kedua tangannya; menahan napasnya; hingga menggigiti ujung bantal sampai air liurnya menyembul keluar-- agar redam isak tangisnya yang kurang ajar.

Ia redup.
Sebab tak ada yang mau lagi mendengarkan. Mereka sibuk bergunjing bahwa ia butuh perhatian sampai dengan angkuhnya mencaci karena ceritanya terdengar seperti drama penuh omong kosong.

Matanya perlahan menutup, sebab tak mampu lagi menahan beban dari tumpukan air mata yang mulai mengering.

Dibayangannya, ia perlahan membelakangi cahaya, berjalan menuju ke sebuah kotak sesak penuh sekat.

Mengurung diri, sambil merapalkan harap; ia ingin terbangun dalam dunia yang diimpikannya.

Share:

Wednesday, September 12, 2018

Entri Pada Sebuah Jurnal Tentang Kehilangan - Satu

Bandung, Desember 2012

Kegiatan menyanyiku terhenti ketika ketukan pintu terdengar, disusul dengan suara Andin, adikku.

"Kak, ada surat dari Abang. Tadi Abang kesini tapi cuma nitipin surat ke Andin. Pas Andin tanya mau dipanggilin kakak atau enggak, dia malah pamit pulang."

Aku mendengar jelas apa yang dikatakannya, tetapi memilih untuk pura-pura tidak peduli. Hanya ada suara pancuran air menandakan aku sedang mandi.

Andin pasti heran dengan sikap kakaknya yang tiba-tiba acuh, karena biasanya aku bersikap berlebihan ketika seseorang menyebut namanya, Andra, yang dipanggil Abang oleh Andin.

"Aku taruh di meja, ya."

Terdengar suara pintu tertutup, menandakan Andin telah hengkang dari kamarku. Dengan tergesa-gesa aku keluar dari kamar mandi. Sebuah amplop berwarna kuning dengan prangko bergambar bunga matahari di sudut kanan, berada di atas meja belajar, yang kuyakini adalah surat dari Andra.

Ragu-ragu aku mengambil amplop tersebut dan membukanya. Dengan cepat aku membaca isi suratnya, secepat itu pula air mata berlomba keluar dari mataku.



Bandung, 26 Desember 2012
Selamat Malam.Berhenti bukan berarti menyerah,Berlari bukan berarti ingin sembunyi,Pergi bukan berari meninggalkan.
Selama ucapan selamat tinggal belum keluar dari mulutku, bukan berarti yang kulakukan nanti adalah bermaksud untuk menghapus kamu dari kehidupanku.
Lama ataupun sebentarnya suatu kisah, bukan menjadi suatu pengukur berhasil atau tidaknya suatu hubungan.
Ingat,Jangan cari aku, sudah tugasku nanti untuk mengejarmu. Apalagi mengejarku, nanti kamu terjatuh. Aku tak punya waktu untuk menunggu luka itu sembuh.Berhentilah menunggu, nanti kamu lengah dan bosan.
Satu hal yang terpenting, bermimpilah selagi kamu masih bisa bermimpi.
Andra,di tempat yang kamu ketahui.


Air mata masih mengalir melewati pipi hingga membasahi surat tersebut, membuat lingkaran besar di tengah-tengah kertas. Pikiranku masih berantakan. Sel-sel dalam tubuhku berusaha menyusun kepingan-kepingan kata yang tersebar acak di dalam otak.

Tetapi nihil. Kata-kata yang berusaha disusun malah semakin berpencar dan mengacak.

Apa maksud dari surat itu?

Aku tidak mengerti. Hubungan kami jelas baik-baik saja. Namun mengapa Andra berusaha menghindariku?

Aku mengambil handphone yang terletak di bawah bantal, mengetikkan nomornya untuk menghubunginya. Sembari menunggu ia menjawab, susah payah kukumpulkan energi yang tersisa untuk memperjelas suaraku, tetapi sia-sia saja. Suaraku semakin parau ketika ia mengangkat telfonku.
...
Share:

Percakapan di Tengah Malam

"Coba lihat keluar, bintangnya terang banget."
Waktu itu kamu bilang kepadaku untuk melihat ke luar jendela.
"Gelap. Gak ada apa-apa."
Aku jujur pada waktu itu. Nyatanya aku tidak melihat apapun.
"Coba perhatiin baik-baik deh."
Kamu terus memaksaku hingga aku menyanggupi kemauanmu. Aku menelisik ke dalam gelapnya malam, meraba ada apa dibaliknya, mengekori setiap jengkal hamparan langit yang dingin. Hingga mataku berhenti pada suatu titik yang bersinar. Sebuah bintang hadir, besar dan amat terang, memenangi gelap yang pada saat itu mendominasi.
"Aku lihat! Bintang yang cuma sendirian itu kan?"
"Tepat. Bintang yang istimewa bagiku.
Aku sudah buat permohonan. Cepat buat satu untukku sebelum bintangnya menghilang."
Kamu berbicara lagi di seberang sana. Aku bisa merasakan di setiap penggalan kata yang kamu rapalkan, begitu mengidamkan.

Aku penasaran dengan apa yang kamu harapkan. Tetapi cukup tahu diri untuk tidak menanyakannya kepadamu.
"Ah ngapain... Itukan cuma bintang."
Aku berbohong. Malam itu aku merapalkan satu permohonan, agar hatimu selalu untukku seorang.

Hening.......

Setelah itu, hanya terdengar suara dengkuran halusmu sebagai penutup malam kita.



-di tulis pada pertengahan tahun 2016


Namun pada akhirnya takdir berkehendak lain. Aku kalah sebab Tuhan nampaknya tak menginginkan cinta itu menetap.

Mau tau cerita akhirnya?

Sebulan setelah permohonan itu, kamu menghilang. Mungkin karena kamu telah menemukan bintang lain yang bisa memberikan lebih dari satu permohonan untukmu. Sebab do'aku kalah kuat dibanding do'a perempuan lain yang juga ingin memiliki hatimu.
Share:

Monday, September 3, 2018

Kalah

Sudah kutelanjangi pikiranku yang rumit.
Sengaja kubuat sesederhana mungkin, agar
hatimu pasti. Bahwa memahamiku adalah hal
yang tak sulit.

Kubiarkan kau menelisik kalbuku sedalam-
dalamnya. Melihat dengan mata kepala sendiri
bahwa perasaan itu memang nyata adanya.

Terlalu keras ku berusaha memberikan
kemudahan dalam sebuah keseriusan. Namun,
ku tetap kalah. Sejak awal kau tak pernah berniat
mempersilakanku menetap singgah.

Dengan tatapan sendumu yang penuh rayuan,
kau biarkan ku buta dengan menampik
semua kenyataan yang ada.

Share:

Sunday, September 2, 2018

Intermeso - Mengapa Aku Menulis?

Ini adalah suatu kebiasaan sejak kecil. Seperti anak-anak kecil perempuan pada umumnya, kami gemar menulis pada buku harian. Begitu pula dengan diriku, hingga hal tersebut terbawa sampai aku menjadi mahasiswa, dengan jurusan yang amat dekat dengan dunia sastra dan kepenulisan.

Aku menulis sebab tak semua manusia mau dan mampu memahami apa yang aku rasa. Aku menulis untuk meluapkan emosi kesedihan yang berlebihan, dan amarah yang pada akhirnya berubah menjadi tangis.

Tidak dapat dipungkiri, hampir seluruh objek dari semua karya berpusat pada para makhluk adam. Aku sangat bersyukur bisa mengenal mereka. Merasakan jatuh cinta, patah hati, kecewa, belajar hal baru dari setiap individu berbeda yang aku temukan pada setiap masanya.

Singkatnya karena itu. Kalau mau kujabarkan, bisa saja. Namun aku tak ingin semua orang mengetahui alasannya.

Share:

Draft 1.3

Untuk Tuan besar kepala
Yang berpikir seribu kali tiap mau menyapa.

Malam ini dingin masih menetap,
Sebab nestapa tak kunjung lesap.

Tiga lembar kemul yang membungkus,
Jauh dari kata mangkus.

Oleh karenanya.....

Aku butuh kamu,
Segeralah datangkan temu.

Jangan buatku menunggu,
Sebab lelah jika harus menggerutu.

Sekian, dan terima pelukan secepatnya.

-pada malam hari ketika rindu sedang membuncah dengan amat kasar, namun tak jua kudapati pesan.

Share: